Friday, 21 November 2014

PT. ADIRA FINANCE DAN KONSUMEN BERDAMAI

PT. ADIRA FINANCE DAN KONSUMEN BERDAMAI

 Sengketa konsumen antara PT. Adira Finance sebagai pelaku usaha yang diwakili oleh Hery Fasila dan konsumen yang bernama Asip Suryadi akhirnya mencapai kesepakatan damai  di Kantor BPSK kabupaten Lampung Barat pada tanggal 19 Juni 2014 yang dimediasi oleh Majelis BPSK diketuai oleh Ir. Suhartono, M.P., dengan anggota Abdul Qodir, SH. MH., Abdul Rosyid, S.Ag., Andi Gunawan, S.Sos., serta Rohayati.

Sengketa konsumen ini bermula dari pengambilan kredit motor TVS oleh Asip Suryadi melalui lembaga pembiayaan PT. Adira Finance pada tanggal 28 januari 2014 dengan uang muka sebesar Rp. 3.250.000,- dengan angsuran per bulan Rp. 308.000,- sebagaimana pada penjelasan penting yang dikeluarkan oleh PT. Adira Finance bagi debitur baru. Besaran angsuran tersebut berdasarkan perjanjian kredit berlaku selama 36 bulan. Akan tetapi mulai angsuran ke 1 konsumen dikenakan pembayaran cicilan sebesar Rp. 408.000,- (terjadi kelebihan Rp. 100.000,-).

Pada awalnya karena merasa dirugikan konsumen mengajukan klaim kepada petugas PT. Adira Finance, yang ditanggapi oleh petugas itu diberi keringanan bantuan sebesar Rp. 20.000,-/bulan sehingga konsumen harus membayar Rp. 388.000,-/bulan (kelebihan bayar Rp. 80.000,-) terhadap hal itu konsumen tetap mengangsur sampai angsuran ke 4.

Akan tetapi konsumen tetap merasa keberatan atas kerugian yang di deritanya karena belum terpenuhi tuntutannya untuk membayar cicilan Rp. 308.000,-/bulan sebagaimana tersebut di atas, konsumen akhirnya mengadu ke BPSK Kabupaten Lampung Barat dengan tuntutan yaitu :
  • Angsuran disesuaikan dengan penjelasan penting bagi calon debitur baru (Rp. 308.000,-) dan mengembalikan kelebihan angsuran yang telah disetor, atau
  • Mengembalikan uang muka dan angsuran yang telah disetor.

Melalui upaya mediasi kepada para pihak, pada akhirnya majelis yang menangani sengketa ini mampu mendamaikannya, dengan point-point penting :
  1. Pihak tergugat (PT. Adira Multi Finance) memenuhi tuntutan Pihak Pengguat (Asip Suryadi) atas selisih angsuran Rp. 100.000,- selama 36 bulan sebagaimana perjanjian, yang akan dikembalikan setiap kali konsumen melakukan penyetoran.
  2. Pihak Penggugat berkewajiban membayar angsuran tepat waktu di Kantor PT. Adira Finance Pos Liwa, tetapi bukan melalui tempat lainnya.
  3. Pihak Tergugat mengembalikan kelebihan pembayaran yang telah terjdi.
  4. Pihak Tergugat tidak akan melakukan penghambatan dalam pengambilan BPKP kendaraan jika kendaraan telah lunas dicicil.

Thursday, 12 June 2014

MENYOAL PUTUSAN PENGADILAN NEGERI LIWA

MENYOAL PUTUSAN PENGADILAN NEGERI LIWA

12 Juni 2014 

PERTIMBANGAN :
PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DENGAN CARA ARBITRASE DI BPSK LAMPUNG BARAT DAN UPAYA KEBERATAN TERHADAP PUTUSAN BPSK LAMPUNG BARAT YANG DILAKUKAN OLEH PELAKU USAHA DI PENGADILAN NEGERI LIWA BERSIFAT "DIBUKA DAN TERBUKA UNTUK UMUM"

KEJADIAN SENGKETA ;
  1. Konsumen atas nama M. Syahroni mengajukan pembiayaan motor honda blade kepada PT. FIF Pos Krui sebagai Pelaku Usaha Pada Tanggal 26 April 2013 dan di Acc oleh Petugasnya.
  2. Tanggal 29 April 2013 PARA PIHAK bersepakat mengikat perjanjian dalam bentuk AKAD MURABAHAH;
  3. Tanggal 29 April 2013 Konsumen memberikan Surat Kuasa Pembebanan Jaminan Fidusia kepada PT. FIF.
  4. Setelah angsuran ke 7, Konsumen menunggak anguran lebih dari 1 bulan (masuk 2 bulan) yaitu pada angsuran ke 8 dan masuk ke 9 (bulan Januari 2013 dan Februari 2014)
  5. Taggal 13 Februari 2014 PT. FIF manarik kendaraan konsumen, disaat konsumen tidak ada di rumahnya, dan konsumen diberi waktu selama 1 minggu untuk menyelesaikan tunggakan angsurannya.
  6. Tanggal 19 dan 20 Februari 2014 terjadi komunikasi dan negosiasi antara konsumen dan pelaku usaha (diantaranya dengan Kepala Pos PT. FIF Pos Krui/Candra Gunawan), yang walaupun konsumen baru menunggak  angsuran kurang dari 2 bulan (Januari - Februari 2014) menyanggupi untuk membayar sebanyak 3 bulan (Januari, Februari dan Maret 2014), akan tetapi oleh Kepala PT. FIF Pos Krui dipaksa untuk membayar 4 bulan (Januari s/d April 2014), sehingga konsumen tidak mau karena merasa keberatan, dan kendaraan tetap ditarik ke PT. FIF Pos Krui.
  7. Tanggal 26 FeberuariI 2014 PT. FIF mengurus Akte Perjanjian Fidusia, dan pada tanggal tersebut Notaris Silvi Yosefa Affandi, S.H. MKn, mengeluarkan Akte Notaris Nomor 2584 tangal 26 Februari 2014, untuk objek dimaksud.
  8. Tanggal 27-02-2014 PT. FIF mengurus Jaminan Fidusia ke Kemenkum HAM Wilayah Lampung, dan keluar Sertifikat Jaminan Fidusia No. W9.00027003.AH.05.01 Tahun 2014

PENYELESAIAN SENGKETA DI BPSK KABUPATEN LAMPUNG BARAT
  1. Tanggal 25 Februari 2014 M. Syahroni (Konsumen) mengadukan PT. FIF Pos Krui  kepada BPSK Kabupaten Lampung Barat terhadap permasalahan tersebut karena merasa dirugikan, dia menuntut : a. Motor dikembalikan dan tetap dicicil seperti sediakala, atau b. Jika tidak dikembalikan motor tersebut, Konsumen minta dikembalikan Uang Muka sebesar Rp. 3.500.000, di tambah cicilan selama ini, jadi totalnya adalah Rp. 7.896.000,-
  2. PT. FIF mengutus wakil perusahaan yaitu Candra Gunawan (Ka Pos PT. FIF Pos Krui) dan Roganda T. Simamora (Recovery Pocess coordinator sekaligus Supervisor Bidang Hukum PT. FIF Cabang Kota Bumi-Lampung).
  3. Para Pihak bersepakat penyelesaian sengketa dilakukan dengan Arbitrase.
  4. Melalui sidang Penyelesaian Sengketa di BPSK Kabupaten Lampung Barat beberapa kali, terungkap bahwa cukup banyak fakta di persidangan yang mengarah kepada kesewenang-wenangan pelaku usaha, diantaranya ; a. Bahwa Perjanjian yang dilakukan dengan pola syariah yaitu Murabahah, ternyata lebih ke arah konvensional, yaitu PT. FIF tidak secara rinci dan transparan menjelaskan isi perjajian dimaksud, akan tetapi hanya sebatas menjelaskan besaran uang muka dan angsuran setiap bulannya saja. Selain itu juga diketahui bahwa Perjajian Murabahah intinya adalah perjanjian yang tidak mengadung riba yang dalam hal ini diketahui bahwa jumlah pokok adalah Rp. 15.050.000,- dan harus dikembalikan Rp. 22.608.000,- yang diduga mengadung riba karena bunga/keuntungan yang dikenakan cukup besar; b. Bahwa terdapat praktek yang melanggar Pasal 18 ayat (1) huruf e, tentang larangan pencantuman klausula baku bagi pelaku usaha , yang dalam perjanjian disebutkan hanya mencantumkan bahwa setiap keterlambatan angsuran konsumen dikenakan denda sebesar Rp. 5.000, tetapi dalam prakteknya konsumen dikenakan denda tambahan sebesar Rp. 0,5%/hari dari jumlah tunggakan angsuran; c. Bahwa pelaku usaha tidak melakukan upaya teguran/pemberitahuan terlebih dahulu kepada konsumen sebelum objek perjanjian (motor) ditarik; d. Bahwa pada saat dilakukan penarikan kendaraan, petugas tidak membawa identitas selaku petugas perusahaan dan tidak memiliki surat tugas dari yang berwenang, serta tidak menunjukkan sertifikat jaminan fidusia terhadap objek perjanjian; e. Bahwa tidak dilakukan penyerahan objek perjanjian dari konsumen kepada pelaku usaha melainkan, upaya penarikan paksa yang dikemas secara halus yang dalam hal ini saksi konsumen mengatakan yaitu Petugas PT. FIF menyampaikan kepadanya "Kendaraan kami bawa ke kantor, bilang kepada kakakmu untuk mengambilnya di kantor dengan melunasi tugakan angsurannya" walaupun saat itu kakanya (M.Syahroni ada di kebun lebih kurang perjalanan 3 jam untuk mencapai lokasi kebun tersebut); f. Bahwa utusan PT. FIF berpendapat mengurus sertifikat fidusia dapat dilakukan kapan saja dan tidak semua perjanjian pembiayaan dibuatkan jaminan fidusia, karena janminan fidusia hanya berupa asesoris; g. Bahwa dalam perjanjian tersebut juga konsumen dikenakan biaya asuransi, yang seharusnya polis asuransi tersebut dipegang oleh konsumen akan tetapi sampai selesainya pelaksanaan putusan sidang di BPSK polis asuransi tersbut tidak diberikan kepada konsumen.
  5. Dari bukti-bukti/dokumen, keterangan saksi, saksi ahli dan fakta dipersidangkan walapun Majelis BPSK telah memberikan anjuran kepada Para Pihak untuk berdamai tetapi pelaku usaha tetap bersikeras bahwa mereka pada posisi yang benar dan tidak mau berdamai, akhirnya setelah bermusyawarah majelis BPSK memutuskan :1. mengabulkan tuntutan Penggugat (M. Syahroni) berupa Uang Muka (DP) dan ditambah angsuran yang telah dibayar; 2. menghukum tergugat (PT. FIF) untuk memberi ganti rugi sebesar Rp. 7.896.000,- kepada Penggugat atas kerugian materil yang terjadi. Pertimbangan hukum Majelis BPSK diantaranya adalah : : a. Penggugat dan Tergugat telah menandatangani Berita Acara sidang yang salah satu diktumnya menyatakan kesepakatan penyelesaian sengketa    secara Arbitrase; b. Pasal 52 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, bahwa BPSK memiliki tugas dan wewenang antara lain berbunyi : Melaksanakan Penyelesaian Sengketa Konsumen dengan cara Mediasi, atau Arbitrase, atau Konsoliasi  c. Tergugat (PT. FIF) terkait dan tunduk kepada :1. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; 2.UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia; 3.PP No. 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia; 4.Perpres R.I No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan; 5.Peraturan Menteri Keuangan (PMK) R.I No. 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Dengan Pembebanan Jaminan Fidusia Selain itu adalah : - Pasal 7 huruf F yang berbunyi : Pelaku usaha wajib memberikan konpensasi ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; - Adanya surat kuasa pada tanggal 29 April 2013 dari konsumen kepada PT. FIF untuk mengurus jaminan fidusia terhadap objek perjanjian yaitu kendaraan motor; - Pasal 1 PMK R.I  No. 130/PMK.010/2012 ayat (1) dan (2) tentang kewajiban perusahaan pembiayaan kendaraan bermotor untuk mendaftarkan jaminan fidusia; - Adanya pelanggaran pasal 2 PMK No. 130/PMK.010/2012 yaitu melakukan pendaftaran jaminan fidusia ke Kemenkum HAM Wilayah Lampung pada tanggal 27-02-2014 atau lebih dari 30 hari sebagaimana PMK tersebut; - Adanya pelanggaran pasal 3 PMK R.I No. 130/PMK.010/2012 yaitu melakukan eksekusi objek perjanjian, sebelum diterimanya/terbitnya sertifikat jaminan fidusia dimaksud; - Adanya pelanggaran persyaratan pembiayaan persetujuan dari Pembiayaan di PT. FIF adalah jika sudah berkeluarga harus ada persetujuan dari suami/istri, sedangkan bagi lajang harus dengan persetujuan orangtuanya, yang dalam hal ini diabaikan oleh PT. FIF sendiri.
PENYELESAIAN SENGKETA DI PENGADILAN NEGERI LIWA

Terhadap Putusan BPSK Kabupaten Lampung Barat  PT. FIF melakukan upaya keberatan, yang menurut mereka adalah : 1. BPSK tidak mempunyai kewenangan untuk mengadili sengketa ini, sebab dalam akad disebutkan "Segala peselisihan yang mungkin timbul dari akad ini para pihak setuju memilih domisili hukum yang tetap ..... di Kantor Panitera Pengadilan Agama .... dst... (padahal jelas BPSK memiliki kewenangan dan BPSK bukan lembaga peradilan), serta Roganda T. Simamora dan Candra Gunawan tidak memiliki kewenangan untuk mewakili sebagai tergugat... dst, (padahal jelas dalam berita acara adanya persetujuan dengan cara arbitrase dan ditandangani serta fakta dipersdidangan BPSK keduanya mengakui memiliki kewenangan itu); 2 Majelis BPSK membuat putusan Arbitrase cacad hukum ... dst, (padahal tidak demikian karena cara arbitrase merupakan kesepakatan parapihak), Sdr. Aidi Furqon pernah mengakui sebagai saudara M. Syahroni dan dia sampai dengan putusan di BPSK tetap sebagai Majelis, (padahal yang bersangkutan adalah saibatin/sesepuh dikampungnya, tidak ada hubungan saudara, semenda bahkan sampai drajat ketiga  dan dia diminta adiknya M. Syahroni untuk mendampingi ke PT. FIF Pos Krui sebelum terjadinya gugatan oleh konsumen di BPSK); 3. Prosedur Arbitrase di BPSK tidak syah (sudah dijelaskan di atas), 4. Putusan BPSK melebihi kewenangan ... dan didasarkan interpretasi kesewenang-wenangan BPSK, (yang menurut majelis BPSK tunggakan angsuran yang telah dibayarkan oleh konsumen mengakibatkan gugurnya wanpretasi) : 5. Teraju Keberatan (konsumen) telah secara syah dan meyakinkan memanipulasi kenyataan dengan serangkaian tipu muslihat ....patut diduga hasil manipulasi kenyataan yang dilakukan dengan serangkaian tipu muslihat (mari kita lihat di ulasan selanjutnya).

Putusan PN Liwa No. 01/Pdt.Sus-BPSK/2014/PN.LW tanggal 26 Mei 2014 adalah : 1. mengabulkan permohonan pembatalan putusan arbitrase seluruhnya, 2. Membatalkan putusan arbitrase BPSK Lambar. 3 menghukum termohon (konsumen) untuk membayar biaya perkara Rp. 276.000.-

Seluruh dasar/alasan upaya   keberatan PT. FIF  1 s/d 5 tersebut di atas dipertimbangan hakim tidak ada yang disetujui (ditolak apa yang diajukan Pemohon kebetaran/PT. FIF)

Pertimbangan Utama Hakim PN Liwa memenangkan PT. FIF, mereka menggunakan pasal 70 UU No 30 tahun 1999 tentang arbitrase khususnya huruf  b. yaitu adanya dokumen yang bersifat menentukan yang sengaja disembunyikan pihak lawan (dalam hal ini konsumen diyakini Hakim PN liwa menyembunyikan dokumen dimaksud) hal ini didasari fakta di persidangan PN Liwa bahwa Konsumen menyatakan Uang Muka (DP) adalah Rp. 3.500.000 tetapi dia tidak dapat menunjukkan bukti dimakud, sementara PT. FIF memiliki kwitansi tanda terima adalah DP yang dibayar konsumen Rp. 1.400.000,- yang saat itu ada subsidi sebesar Rp.1.700.000 sehingga totalnya adalah Rp. 3.100.000; bukan Rp. 3.500.000,-

Dalil/dasar yang digunakan oleh hakim PN Liwa
ini sangat lemah karena : 1. menurut M. Syahroni selaku konsumen, dia telah membayar DP. Rp. 1.800.000,- kepada petugas PT. FIF yang bernama Sandi, dan dia menandatangani kwitansi kosong, 2. menurut konsumen s/d saat ini dia belum pernah menerima kwitansi/tanda penerimaan pembayaran uang muka dimaksud, 3. Konsumen tidak pernah menyembunyikan dokumen/kwitansi dimaksud, justru dokumen itu hanya dimiliki oleh PT. FIF.  Jadi dalam hal ini siapa sebenarnya yang sengaja menyembunyikan dokumen yang menentukan ..... !!!!!!!

Disisi lain hakim PN Liwa dalam mengambil putusan  tidak adil dan tidak cermat karena :


  1. Tidak mempertimbangkan besaran kerugian konsumen yang diderita;
  2. Proses di PN Liwa tidak sepenuhnya mengacu kepada PERMA No. 1 Tahun 2006, tetapi dilakukan sebagaimana halnya perkara perdata pada umumnya;
  3. mengabaikan pelanggaran pasal 2 PMK No 130 Tahun 2012 yang dilakukan oleh PT. FIF; yaitu jaminan fidusia yang seharusnya paling lambat di daftarkan 30 hari terhitung sejak ditanda tanganinya perjanjian, yang dalam hal ini baru di daftarkan lebih kurang 9 bulan kemudian;
  4. megabaikan pelaggaran pasal 3 PMK No. 130 tahun 20012 yang dilakukan oleh PT. FIF, yang pasal dimaksud melarang perusahaan pembiayaan melakukan penarikan/eksekusi kendaraan sebelum diterimanya sertifikt jaminanan fidusia  oleh penerima jaminan fidusia.

Permasalahan :
  1. Walaupun konsumen masih diberikan hak untuk melakukan upaya banding ke Mahkamah Agung, mengingat keterbatasan kemampuannya maka tidak ditindaklanjuti; yang berakibat upaya Perlindungan Konsumen sebagaimana diamanahkan UU No. 8 tahun 1999 tidak berjalan optimal, karena konsumen tetap merugi.
  2. Apa pertimbangan Notaris dan Kemenkum Ham Wilayah Lampung untuk tetap memproses penerbitan akta perjanjajian dan sertifikat jaminan fidusia, yang dalam hal ini sudah jelas melanggar pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 130 Tahun 2012;
  3. Jika yang dipermasalahkan oleh Para Pihak terkait dengan Kewenangan dan Proses di BPSK sebagimana kasus ini, Apa yang dapat dilakukan oleh para pemangku kepentingan, mengingat pada proses upaya keberatan di Pengadilan Negeri, BPSK bukan para pihak tetapi hanya berposisi sebagai peninjau/penonton?  









Wednesday, 21 May 2014

Reshuffle Anggota Sekretariat BPSK



Reshuffle Anggota Sekretariat BPSK
Rabu, 7 Mei 2014


LAMBAR – Ketua Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kabupaten Lampung Barat (Lambar), Ir. Suhartono, M.P, melantik Surti SH selaku anggota sekretariat badan tersebut, menggantikan Farida Sormin, S.I.P., M.Si, Selasa (6/5).
Prosesi pelantikan itu berlangsung di Sekretariat BPSK itu dihadiri Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Pasar (Koprindagsar ) Drs. Zukri Amin, M.P, juga dihadiri seluruh anggota BPSK plus sekretariat.
Surti dilantik berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Standarisasi dan Perlindungan Konsumen Kementrian Perdagangan RI No. 50/SPK/KEP/4/2014, Widodo, tertanggal 7 April 2014.
Kadis Koperindagsar, Zukri, berharap pejabat yang baru dilantik segera menyesuaikan diri di tempat tugasnya yang baru. Serta, membantu tugas-tugas komisioner dan anggota sekretariat lainnya.
“Penggantian ini hanya mengisi kekosongan jabatan yang ditinggal pejabat sebelumnya, karena berpindah tugas ke BLHKP. Memang idealnya, semua staf sekretariat di BPSK ini noatabene staf di Dinas Koprindagsar. Jadi reshuffle ini, sifatnya hanya etis-normatif saja mengisi kekosongan,” tutupnya. (rls/kdi)
http://lampungnewspaper.com

Jangan Rugikan Konsumen



Jangan Rugikan Konsumen!
Radar Lampung - Sabtu, 29 Maret 2014

BPSK Peringatkan Pelaku Usaha

BALIKBUKIT – Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Lampung Barat menemukan sejumlah pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha (produsen, pedagang, dan lain-lain). Di antaranya terkait pencantuman klausal baku yang tertera pada nota penjualan atau faktur dan cara pengiklanan atau promosi.
Karena itu, BPSK mengirimkan Surat Edaran (SE) Nomor 01/06/BPSK-LB/III/2014 kepada seluruh pelaku usaha agar tidak melakukan pelanggaran. ”Di lapangan, kita masih banyak menemukan pelanggaran hukum yang dilakukan pelaku usaha. Kita berharap SE itu diindahkan,” kata Ketua BPSK Lambar Suhartono kepada Radar Lambar (grup Radar Lampung) di ruang kerjanya kemarin (28/3).
Menurut Suhartono, dalam SE itu pelaku usaha dilarang mencantumkan pernyataan atau tindakan berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen. Hal ini sering ditemui pada nota atau faktur dan sejenisnya yang berisi kalimat ’’barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan atau ditukar kembali tanpa persetujuan kami” atau kalimat pernyataan sejenisnya.
”Itu bertentangan dengan pasal 18 huruf b UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen,” tegasnya.
Pelaku usaha juga dilarang membuat pernyataan atau tindakan penolakan penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang dibeli konsumen. Hal itu kerap ditemukan karena ada kecenderungan pelaku usaha lebih memilih untuk memberikan pergantian jenis barang atau jasa lainnya, sehingga barang atau jasa yang telah dibeli konsumen mengandung cacat tersembunyi. Jika hal ini dilakukan, bertentangan dengan pasal 18 huruf c UU No. 8/1999.
”Selain itu, pelaku usaha dilarang membuat pernyataan atau tindakan pengalihan tanggung jawab. Hal itu sering ditemukan dengan adanya komplain dari konsumen. Pelaku usaha cenderung beralasan atau berdalih bahwa barang atau jasa itu memang sudah demikian kondisinya sebagaimana mereka mendapatkannya,” paparnya.
Selanjutnya, pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu. Terlebih jika pelaku usaha tidak bermaksud melaksanakan sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan.
”Hal ini kerap ditemui pada saat dilakukan promosi terhadap barang tertentu dengan potongan harga atau tarif khusus. Ternyata barang dimaksud tidak tersedia (habis). Sementara waktu pelaksanaan penawaran atau promosi barang masih berlaku. Ini bertentangan dengan 12 UU No. 8/1999,” sebut Suhartono.
Terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan, pelaku usaha bisa dikenai pidana penjara dan denda. ”Karena itu, kita mengingatkan kepada pelaku usaha agar mematuhi aturan yang ada,” ungkapnya. (lus/ris/rnn/p1/c2/ais)